Jumat, 15 Oktober 2010

DPRD Asahan Dinilai Bunuh Demokrasi !!

KISARAN-METRO; Puluhan mahasiswa dan pemuda yang bergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Premanisme (GeMPAP) menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Asahan, Kamis (14/10) sekira pukul 10.00 WIB. Mereka menilai DPRD Asahan telah membunuh demokrasi di Asahan.
Kehadiran mereka di kantor wakil rakyat u mendesak pimpinan DPRD Asahan, Benteng Panjaitan untuk menyatakan permintaan maaf di depan pengunjuk rasa karena diduga menodai demokrasi.
Menurut mereka, adanya sekelompok oknum yang menghalang-halangi mereka saat berunjuk rasa 7 Oktober 2010 lalu menunjukkan bahwa DPRD Asahan telah membunuh demokrasi. 
Dalam orasi yang dibacakan GeMPAP sesaat setelah sampai di kantor DPRD Asahan, mahasiswa mendesak ketua DPRD Asahan maupun pimpinan lainnya menyampaikan kata maaf atas peristiwa 7 Oktober lalu.
Diduga sekelompok oknum sengaja di datang ketua DPRD Asahan untuk menghempang aksi penyampaian aspirasi yang dilakukan mahasiswa kepada DPRD Asahan.
"Akibat aksi itu, poster yang kami  bawa koyak dan di antara kami ada juga yang sempat di dorong oknum yang sengaja menghalangi kami. Sehingga kami terpaksa meninggalkan gedung DPRD Asahan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," teriakan jangan coba bunuh demokrasi.
Orasi disampaikan secara bergantian dari pengunjuk rasa dari berbagai kelompok mahasiswa yang tergabung di GeMPAP, di antaranya Abdul Halim Saragih dari Ketua PC.IPNU Asahan, Taufik Hidayat, dari Ketua KBA, MHD Isa Anshori, dari Ketua KAMPUS, Aditia Prahmana,dari Sekjennd LS-ADI, Guntur Alamsyah dari Korlap GeMPAR dan lainnya.
Sayangnya, tidak satupun dari mewakili DPRD Asahan yang menemui mereka. Namun setelah pihak kepolisian berusaha menjembatani, akhirnya beberapa anggota DPRD Asahan dapat menerima mereka, di antaranya Khairul Saleh, Daliri, Syahrial, T Jhohson. Hanya saja mewakili DPRD Asahan itu secara terus terang mengaku tidak akan bisa memberi kesimpulan atas desakan mahasiswa agar pimpinan DPRD Asahan menyatakan maaf atas insiden 7 Oktober 2010 lalu.
Tapi mewakili DPRD Asahan yang bertemu dengan mewakili massa GeMPAP berjanji akan menyampaiakn tuntutan pengunjuk rasa agar pimpinan DPRD Asahan menyatakan permintaan maaf atas kejadian menghalangi pengunjuk rasa pada saat beraksi 7 Oktober 2010 lalu.
Mesiki dengan berat, pengunjuk rasa akhirnya menyetujui mewakil DPRD Asahan akan segera menyampaikan tuntutan mahasiswa pengunjuk rasa kepada pimpinan DPRD Asahan. "Nanti jika ada jawaban dari pimpinan DPRD Asahan terkat tuntutan tersebut, maka  akan dibuat jadwal pertemuan antara saudara pengunjuk rasa dengan pimpinan DPRD Asahan," sebut Khairul Saleh seraya mengakhiri pertemuan.
Sebelumnya, pengunjuk rasa menyebar selembar  pernyataannya, di antaranya bertuliskan lembaran hitam kembali tertoreh bagi masa depan demokrasi di Kabupaten Asahan akibat kekuasaan otoriterisme  seperti yang biasa digunakan oleh penguasa di era orde baru. Mereka mengatakan, penyampaian aspirasi sudah diatur dalam  UU RI nomor 09 Tahun 1998, untuk itu kami selaku Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Premanisme (GEMPAP) memberikan pernyataan sikap di antaranya mengecam keras atas tindakan preman yang menghalangi mereka saat menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Asahan pada Kamis 7 Oktober 2010 lalu.
Perbuatan yang dilakukan oleh Preman yang ditengarai atas suruhan ketua DPRD Asahan tersebut jelas telah mencederai tatanan demokrasi di Asahan.
 Mendesak ketua DPRD Asahan Benteng Panjaitan untuk segera meminta maaf kepada rakyat Asahan atas insiden Kamis 7 Oktober 2010. Mengajak seluruh masyarakat Asahan untuk menolak kehadiran Premanisme di Asahan.
Sementara Ketua DPRD Asahan, Benteng Penjaitan, sangat menyesalkan keterlambatannya hadir ke gedung DPRD untuk menerima delegasi mahasiswa dan pemuda yang menggelar aksi antipremanisme, kemarin.
’’Saya terlambat hadir, karena ada tugas penting. Begitu mendapat kabar ada aksi demo, saya buru-buru ke kantor (DPRD). Sayangnya, saat saya tiba, aksi adik-adik mahasiswa sudah bubar,’’ katanya.
Benteng mengaku, jika saat tiba aksi unjukrasa masih berlangsung, dia akan menampung aspirasi yang disampaikan elemen mahasiswa tersebut. Meski terlambat, Benteng mengaku sudah mendapat laporan dari teman-temannya anggota DPRD yang menerima delegasi mahasiswa.
Dari hasil laporan teman-temannya, Benteng menyimpulkan bahwa aksi mahasiswa terkait aksi premanisme di DPRD wajar saja disampaikan. Namun dia
membantah bahwa dirinya melibatkan sekelompok preman untuk menghadang mahasiswa saat berunjuk rasa ke DPRD, beberapa waktu silam.
Menurut Plt Ketua PG Asahan ini,  saat aksi itu digelar, dia bersama sejumlah anggota DPRD Asahan lainnya, sedang berada di dalam ruang Madani, DPRD Asahan. Hanya saja, lanjutnya, setelah menunggu beberapa saat, delegasi mahasiswa yang ditunggu tak kunjung masuk ke dalam ruangan.
Benteng dan anggota DPRD lainnya akhirnya bergegas keluar karena sempat mendengar suara keributan di luar ruang Madani.(van/wik)

Selasa, 12 Oktober 2010

Pengelolaan Pendidikan Dasar Bermutu Pada Era Otda (I)

Penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien pada tataran pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan kabupaten/kota harus mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM).Sedangkan dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah harus pula mengacu pada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Oleh karena itu, SPM dan MBS merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dalam upaya mewujudkan mutu pendidikan.

Ruslan, S.Pd

Tugas dan tanggungjawab Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di era otonomi daerah (Otda) dalam pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diminta atau tidak diminta harus mempunyai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka memenuhi tugas utama yang sangat strategis, yaitu menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Lewat SPM diharapkan dapat menjadi rambu-rambu sebagai indikator dinas pendidikan kabupaten/kota dalam menjaga dan mengukur ketercapaian kualitas pendidikan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa sekolah-sekolah yang mampu minimal mendekati atau bahkan melebihi SPM itu akan mampu menjaga kualitas sekolah dengan optimal. Sekolah-sekolah yang berhasil melampau SPM yang ditetapkan dinas pendidikan tersebut selayaknya diberi reward sebagai pengelola yang berprestasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dinas pendidikan kabupaten/kota dituntut menyusun standar pelayanan minimal dan berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan ke dalam bentuk program dan kegiatan yang diaplikasikan dan diimplementasikan pada tingkat sekolah dan dinas pendidikan itu sendiri. Keseluruhan program dan kebijakan tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi, baik yang terkait dengan substansi dan pengelolaannnya di tingkat sekolah maupun di dinas pendidikan. Dengan demikian akan tercapailah yang disebut dengan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian pendidikan.

Di dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan dengan tegas bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan penidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal(SPM) dengan prinsip manajemen berbasih sekolah/madrasah (psl. 51:1). Secara yuridis, manajemen berbasis sekolah (MBS) dan SPM dijamin di dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Manajemen berbasis sekolah dimaksudkan untuk efektivitas (mutu) dan efesiensi pengelolaan serta akuntabilitasnya kepada berbagai orang, kelompok, atau organisasi (stake-holders) maka standar pelayanan minimal menjadi permasalahan pokok dalam pencapaian kualitasnya. Dinas Pendidikan dan sekolah tidak akan dapat berbicara mutu atau menagih hasil pendidikan yang berkualitas manakala tidak terpenuhinya terlebih dahulu standar pelayanan minimal.

Bagaimana sekolah akan mengimplementasikan MBS, yang berkaitan erat dengan kurikulum, ketrampilan, perencanaan pengembangan sekolah, perencanaaan kerja sekolah dan elemen-elemen lainnya seperti standar kompetensi, akreditasi, proses pembelajaran, evaluasi sebagai tagihan hasil, kalau suatu sekolah fasilitasnya tidak terpenuhi, gurunya kurang dan lain-lain. Dalam hal ini dituntut ketegasan tentang pemenuhan SPM.

Sebagaimana diketahui bahwa Surat Keputusan Mendiknas nomor 035/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal penyelenggaraan persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah adalah ditujukan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan kewenangan di bidang pendidikan. Pendidikan dasar dan menengah adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kegiatan persekolahan.
Seiring dengan diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 2009 dan diperbaharui dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, maka dinas pendidikan kabupaten/kota menjalankan tugas dan fungsi utama memberikan pelayanan dan pengelolaan satuan pendidikan tanpa diskriminasi. (bersambung)

Penulis:Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UPMI Medan.

Disamping tugas dan fungsi utama tersebut, dinas pendidikan kabupaten/kota juga menjalankan tugas dan fungsinya yang lain yaitu: memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta yang berkaitan dengan pelaksanaan MBS, memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset/sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan, dan sebagainya, melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas dalam MBS, dan melaksanakan monitoring dan evaluasi (Depdiknas, 2006).

Secara mikro, meso dan makro monitoring dan evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan pendidikan. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan monitoring dan evaluasi, kita dapat mengukur indikator keberhasilan yang telah dituangkan dalam SPM tentang kemajuan pendidikan secara mikro (sekolah), dan meso (dinas pendidikan kabupaten/kota).

Berkaitan dengan pelaksanaan MBS pada tingkat satuan pendidikan, komponen-komponen konteks, input, proses, output dan outcome saling terkait secara otomatis. Konteks adalah eksternalisasi sekolah berupa demand and support yang berpengaruh pada input sekolah. Alat monitoring yang tepat untuk mengevaluasi konteks adalah needs assessment. Input adalah segala bentuk barang, perangkat lunak dan harapan yang juga dapat dikategorikan dalam tiga klasifikasi yaitu, harapan, sumberdaya, dan input manajemen. Harapan terdiri dari visi, misi, tujuan, dan sasaran. Sumber daya yaitu sumber daya manusia dan sumberdaya berupa uang, peralatan, perlengkapan dan sebagainya. Sedangkan input manajemen meliputi: tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-ketentuan, limitasi, prosedur kerja dan lain sebagainya). Input merupakan prasayarat untuk berlangsungnya proses.

Alat monitoring yang tepat digunakan adalah informasi tentang ketersediaan dan kesiapan. Proses terdiri dari proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan, proses kelembagaan, proses belajar mengajar, proses evaluasi, dan proses akuntabilitas. Dengan demikian fokus evaluasi pada proses adalah pemantauan implementasi. Output adalah hasil nyata berupa academic achievement dan non-academic achievement. Fokus evaluasi yang tepat dilakukan adalah immediate objectives. Sedangkan outcome adalah hasil jangka panjang. Alat evaluasinya yang tepat adalah cost benefit analysis.

Keseluruhan konsep MBS tersebut harus dituangkan kedalam SPM untuk dapat mengukur sejauhmana sesungguhnya indikator keberhasilannya. Dari hasil ini pula dapat dilakukan perbaikan atau pengengembangan mutu pendidikan untuk masa yang akan datang. Sesungguhnya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu hanya dapat dilakukan melalui total quality control (TQC). Menurut Brosur Kadin Jabar, 1998 dalam S.P Hasibuan, 2008 mengatakan bahwa an effective system for intergrating the quality development, quality maintenance and quality improvement efforts of the various groups in organization so as to enable production and service at the most economical levels which allow for full, customer satisfaction. (Pengendalian mutu terpadu adalah suatu sistem yang efektif untuk mengintegrasikan usaha-uasaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas, dan perbaikan kualitas atau mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi, sehingga meningkatkan produktivitas dan pelayanan ketingkat yang paling ekonomis yang menimbulkan kepuasan seluruh pelanggan).

Kesimpulan

Standar Pelayanan Minimal persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya memuat dasar hukum, tujuan, standar kompetensi, kurikulum, program kegiatan pembelajaran, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, organisasi, pembiayaan, manajemen sekolah, indikator keberhasilan dan peran serta masyarakat.

Secara umum, manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab berasarkan prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Sinergi antara MBS dan SPM merupakan kata kunci upaya peningkatan mutu pendidikan. Disamping itu, persistensi semua pihak insan pendidik dan tenaga kependidikan juga merupakan kunci sukses tidaknya upaya peningkatan mutu pendidikan itu.

Penulis:Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UPMI Medan.

Rabu, 06 Oktober 2010

KH.Tolhah Mansur-Pendiri IPNU

Lahir 10 September 1930 di Malang


Pendidikan: SR-NU di Malang (1937), melanjutkan ke SMP Islam. Melanjutkan ke Taman Madya dan Taman Dewasa Raya (tingkat SLTA) dan tamat tahun 1951. Melanjutkan ke fakultas hokum, ekonomi, sosial dan politik (F-HESP) Gajah Mada tamat pada tahun 1964. Meraih gelar doctor dari kampus yang sama pada 17 Desember 1969. Membiasakan ikut Pesantren Ramadhan di Tebuireng dan Pesantren Lasem, Rembang.

Pengabdian: Sejak muda sudah memiliki bakat kepemimpinan yang menonjol. Ketika masih di SMP, dia sudah dipercaya menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk wilayah kota Malang, anggota organisasi Putra Indonesia, dan juga anggota pengurus Himpunan Putra Islam Indonesia di Malang. Pada tahun yang sama juga menjabat sekretaris Barisan Sabilillah untuk daerah pertempuran Malang selatan, sekaligus menjadi sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timoer (MODT).

Kegemaran organisasinya begitu tinggi. Semasa kuliah di Yogya, sederet jabatan penting organisasi juga disandangnya. Pernah menjabat ketua departemen penerangan PB PII, ketua I HMI Yogya, wakil panitia kongres persatuan perhimpunan mahasiswa Indonesia.

Dialah pencetus brdirinya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dalam komperensi Ma’arif NU di Semarang (1954). Tercatat dia sebagai pendiri IPNU, sekaligus ditunjuk sebagai ketuanya yang pertama. Posisi itu terus bertahan hingga tiga kali muktamar selanjutnya.

Ketika NU menjadi partai politik, Tolchah dipercaya menjabat Ketua Wilayah NU Yogyakarta. Tahun 1958 dia diangkat menjadi anggota DPR utusan partai NU. Pada saat yang sama terpilih sebagai anggota Dewan pemerintah Daerah Yogya yang kemudian berubah menjadi Badan Pemerintah Harian (1958-1972)

Sejak 1963 menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga. Kariernya meningkat menjadi Dekan Fakultas Usuluddin dan samapi menjabat Purek IAIN Sunan Kalijaga. Di sela kesibukannya sebagai dosen IAIN, ia juga mengajar di IKIP Yogya, IAIN Surabaya dan Akmil Magelang. Pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), Rektor Universitas Hasyim As’ari Jombang (1970-1983) dan Dewan Fakultas Hukum UNU Surakarta. Dia juga menjadi anggota Badan Wakaf UII, Badan Wakaf IAIN Suanan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta.

Wafat 20 Oktober 1986/ 17 Shafar 1406 dalam usia 56 tahun, dimakamkan di Dusun Dongkelan, Taman Tirto, Bantul, tak jauh dari makam K.H. Munawir dan K.H. Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.

Senin, 04 Oktober 2010

Jumat,Pelajar di Asahan Pakai Busana Muslim

Anjuran Bupati Asahan Drs H Taufan Gama Simatupang MAP, agar pada hari Jumat diisi dengan kegiatan keagamaan, mendapat sambutan beragam dari berbagai kalangan. Selain menerapkan kegiatan keagamaan di sekolah SD, SMP dan SMA, murid-murid yang beragama Muslim dianjurkan mengenakan busana Muslim dengan corak dan warna yang berbeda-beda, layaknya pada saat perayaan hari besar Islam di sekolah.
Anjuran Bupati yang mendapat respon dari Dinas Pendidikan tersebut membuat repot sebagian orang tua murid yang harus melengkapi pakaian anaknya dengan busana muslim, walau kesehariannya anaknya telah memakai busana muslimah.
Selain itu tampak sebagian sekolah kebingungan melaksanakan kegiatan keagamaan yang dimaksud. Hal ini berkenaan belum adanya edaran resmi dari Dinas Pendidikan yang mengatur muatan apa yang akan diterapkan kepada murid-muridnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan, Bambang Guliyanto melalui Kabid Pendidikan Dasar M Sueb, Sabtu (2/10) mengatakan, hari belajar efektif (Jumat) diisi dengan kegiatan keagamaan merupakan respon dari anjuran Bupati Asahan menuju Asahan yang religius. Namun Dinas Pendidikan masih merancang kegiatan keagamaan secara baku yang akan diterapkan di sekolah masing-masing.
Pihaknya melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) agama, baik guru Agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha akan membuat standar baku kegiatan keagamaan pada hari belajar efektif tersebut. Mengenai pakaian muslim, pihaknya tidak ada mamaksakan bentuk dan jenisnya dan bagi siswa yang sudah mengenakan seragam sekolah muslimah tidak diharuskan memakai baju muslim. Namun bagi siswa SD dan SMP yang masih mengenakan celana pendek diminta memakai celana panjang untuk menutup auratnya.
"Hal ini sudah disampaikan pada saat pertemuan kepala sekolah se Asahan," ucap Sueb.
Sementara itu Zakwan Siregar Kepala UPT Kecamatan Kota Kisaran Barat mengatakan, untuk sekolah-sekolah di bawah UPT Kecamatan Kota Kisaran Barat, sudah memulai anjuran Taufan sejak Jumat (24/9). Kendala yang ditemui kebanyakan, kurang tersedianya tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan tersebut. Dilain tempat, Dewan Pendidikan Kabupaten Asahan melalui Wakil Ketuanya, Drs Esmar Siagian mengatakan,  Dewan Pendidikan menyambut baik anjuran Bupati Asahan tersebut. Namun untuk penerapan memakai busana muslim jangan nantinya membuka peluang bisnis di lingkungan dunia pendidikan itu sendiri.
"Jangan bebani orang tua murid dengan biaya-biaya yang seharusnya dapat diminimalkan," ucap Esmar.
sumber:Metro Asahan

Link Downlode Mars IPNU NEW

Mars Ipnu New

4 months ago - Uploaded by Chevy Gorbachev from Indonesia
Filename: MARS IPNU new.mp3
Filesize: 3,989 KB
Source: http://www.4shared.com/audio/nL7L4z_z/MARS_IPNU_new.htm


6 Mars Ipnu Karaoke

3 months ago - Uploaded by pcipnu.ippnukencong from Indonesia
Filename: 6. Mars IPNU (karaoke).mp3
Filesize: 2,820 KB
Artist: PC IPPNU Kab. Blitar
Source: http://www.4shared.com/audio/OG_1WoLN/6_Mars_IPNU__karaoke_.htm

Minggu, 03 Oktober 2010

Tes Keperawanan Siswa syarat proses seleksi penerimaan siswa baru

Kemdiknas Tak Bisa Larang 
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tidak bisa melarang munculnya wacana tes keperawanan bagi siswa lulusan sekolah dasar dan menengah yang dilontarkan oleh anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jambi Bambang Bayu Suseno.
"Kami tentunya tidak bisa untuk melarang, membenarkan atau menyalahkan wacana tersebut," ungkap Sekretaris Jenderal Manejemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Bambang Indriyanto ketika dihubungi JPNN, Jakarta, Kamis (30/9).
Menurutnya, jika melakukan tes keperawanan hanya untuk syarat proses seleksi penerimaan siswa baru (PSB) maka itu adalah suatu wacana yang tidak proporsional. "Jika tes keperawanan dilakukan untuk alasan kesehatan, mungkin masih bisa diterima. Namun, jika dilakukan hanya untuk seleksi penerimaan siswa, maka itu sangat tidak proporsional," tukasnya.
Lantas, bagaimana jika wacana tersebut benar-benar disetujui dan diterapkan di suatu daerah" Bambang mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak meskipun ini terkait dengan dunia pendidikan. Menurutnya, hal itu merupakan ranah kewenangan pemerintah daerah (pemda) di era otonomi daerah ini.
"Jika nantinya terbit suatu kebijakan yang mengatur tentang tes keperawanan akan digunakan sebagai syarat PSB di suatu daerah, itu sudah hak prerogatif daerah tersebut. Kemdiknas tidak berwenang untuk melarang, karena saat ini semuanya kan sudah desentralisasi," terang Bambang.
Bambang menambahkan, hingga saat ini memang belum ada satupun aturan formal mengenai tes keperawanan yang digunakan untuk kepentingan seleksi PSB. Menurutnya, tes keperawanan itu masalah yang bersifat etika. "Hilangnya keperawanan siswa karena free sex, itu memang sangat melanggar aturan agama. Tetapi, jika masalah itu dikaitkan dengan syarat untuk melanjutkan pendidikan, saya pribadi beranggapan itu tidak perlu," ujarnya
Sumber:jakarta Metro

Lulusan SMA Masih Berpeluang Jadi PNS

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memberikan kelonggaran dalam seleksi CPNS 2010. Jika sebelumnya, kualifikasi pendidikan yang ditetapkan dalam formasi paling rendah DII ditambah sedikit lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), kini Sekolah Menengah Atas (SMA) pun berpeluang.
Menurut Deputi SDM bidang Aparatur Kementerian PAN&RB Ramli Naibaho, lulusan SMA masih diberikan kesempatan untuk ikut seleksi CPNS. Hanya saja, lulusan SMA mesti memiliki keahlian plus, seperti ketrampilan bidang komputer, pembukuan, keuangan, akuntasi, dll.
"Jadi bukan SMA yang tanpa keahlian, tapi harus SMA plus sehingga sudah siap kerja. Sebab, lulusan SMA harusnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, beda dengan SMK.
Kecuali dia melengkapi dengan berbagai keahlian yang didapat lewat kursus, maka dia bisa langsung kerja," tutur Ramli pada JPNN, kemarin.
Meski meloloskan lulusan SMA plus dalam formasi CPNS, namun ini hanya berlaku bagi daerah terpencil dan tertinggal serta perbatasan. Itupun jika di daerah tersebut tenaga kerjanya terbatas dan masih ada kelonggaran.
"Meski pemekaran, kalau tenaga kerjanya banyak dan letak daerahnya di perkotaan atau sudah maju, tidak diizinkan menerima SMA. Kalau lulusan SMK masih bisa," ucapnya.
Diapun mewanti-wanti, jatah lulusan SMA di daerah tersebut dibatasi dan maksimal 10 persen dari kuota yang ada. "Lulusan SMA tidak boleh banyak, yang harus banyak itu lulusan sarjana. Kalau di Papua masih bisa 10 persen karena daerahnya terpencil dan SDM yang berpendidikan sarjananya masih kurang," pungkasnya
Sumber : Jakarta Metro