Selasa, 12 Oktober 2010

Pengelolaan Pendidikan Dasar Bermutu Pada Era Otda (I)

Penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien pada tataran pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan kabupaten/kota harus mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM).Sedangkan dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah harus pula mengacu pada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Oleh karena itu, SPM dan MBS merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dalam upaya mewujudkan mutu pendidikan.

Ruslan, S.Pd

Tugas dan tanggungjawab Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di era otonomi daerah (Otda) dalam pelaksanaan pengelolaan dan pembangunan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diminta atau tidak diminta harus mempunyai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka memenuhi tugas utama yang sangat strategis, yaitu menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Lewat SPM diharapkan dapat menjadi rambu-rambu sebagai indikator dinas pendidikan kabupaten/kota dalam menjaga dan mengukur ketercapaian kualitas pendidikan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa sekolah-sekolah yang mampu minimal mendekati atau bahkan melebihi SPM itu akan mampu menjaga kualitas sekolah dengan optimal. Sekolah-sekolah yang berhasil melampau SPM yang ditetapkan dinas pendidikan tersebut selayaknya diberi reward sebagai pengelola yang berprestasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dinas pendidikan kabupaten/kota dituntut menyusun standar pelayanan minimal dan berbagai kebijakan dan strategi yang kemudian dijabarkan ke dalam bentuk program dan kegiatan yang diaplikasikan dan diimplementasikan pada tingkat sekolah dan dinas pendidikan itu sendiri. Keseluruhan program dan kebijakan tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi, baik yang terkait dengan substansi dan pengelolaannnya di tingkat sekolah maupun di dinas pendidikan. Dengan demikian akan tercapailah yang disebut dengan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian pendidikan.

Di dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan dengan tegas bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan penidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal(SPM) dengan prinsip manajemen berbasih sekolah/madrasah (psl. 51:1). Secara yuridis, manajemen berbasis sekolah (MBS) dan SPM dijamin di dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Manajemen berbasis sekolah dimaksudkan untuk efektivitas (mutu) dan efesiensi pengelolaan serta akuntabilitasnya kepada berbagai orang, kelompok, atau organisasi (stake-holders) maka standar pelayanan minimal menjadi permasalahan pokok dalam pencapaian kualitasnya. Dinas Pendidikan dan sekolah tidak akan dapat berbicara mutu atau menagih hasil pendidikan yang berkualitas manakala tidak terpenuhinya terlebih dahulu standar pelayanan minimal.

Bagaimana sekolah akan mengimplementasikan MBS, yang berkaitan erat dengan kurikulum, ketrampilan, perencanaan pengembangan sekolah, perencanaaan kerja sekolah dan elemen-elemen lainnya seperti standar kompetensi, akreditasi, proses pembelajaran, evaluasi sebagai tagihan hasil, kalau suatu sekolah fasilitasnya tidak terpenuhi, gurunya kurang dan lain-lain. Dalam hal ini dituntut ketegasan tentang pemenuhan SPM.

Sebagaimana diketahui bahwa Surat Keputusan Mendiknas nomor 035/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal penyelenggaraan persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah adalah ditujukan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan kewenangan di bidang pendidikan. Pendidikan dasar dan menengah adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kegiatan persekolahan.
Seiring dengan diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 2009 dan diperbaharui dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, maka dinas pendidikan kabupaten/kota menjalankan tugas dan fungsi utama memberikan pelayanan dan pengelolaan satuan pendidikan tanpa diskriminasi. (bersambung)

Penulis:Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UPMI Medan.

Disamping tugas dan fungsi utama tersebut, dinas pendidikan kabupaten/kota juga menjalankan tugas dan fungsinya yang lain yaitu: memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta yang berkaitan dengan pelaksanaan MBS, memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh aset/sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan, dan sebagainya, melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas dalam MBS, dan melaksanakan monitoring dan evaluasi (Depdiknas, 2006).

Secara mikro, meso dan makro monitoring dan evaluasi merupakan bagian integral dari pengelolaan pendidikan. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan monitoring dan evaluasi, kita dapat mengukur indikator keberhasilan yang telah dituangkan dalam SPM tentang kemajuan pendidikan secara mikro (sekolah), dan meso (dinas pendidikan kabupaten/kota).

Berkaitan dengan pelaksanaan MBS pada tingkat satuan pendidikan, komponen-komponen konteks, input, proses, output dan outcome saling terkait secara otomatis. Konteks adalah eksternalisasi sekolah berupa demand and support yang berpengaruh pada input sekolah. Alat monitoring yang tepat untuk mengevaluasi konteks adalah needs assessment. Input adalah segala bentuk barang, perangkat lunak dan harapan yang juga dapat dikategorikan dalam tiga klasifikasi yaitu, harapan, sumberdaya, dan input manajemen. Harapan terdiri dari visi, misi, tujuan, dan sasaran. Sumber daya yaitu sumber daya manusia dan sumberdaya berupa uang, peralatan, perlengkapan dan sebagainya. Sedangkan input manajemen meliputi: tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-ketentuan, limitasi, prosedur kerja dan lain sebagainya). Input merupakan prasayarat untuk berlangsungnya proses.

Alat monitoring yang tepat digunakan adalah informasi tentang ketersediaan dan kesiapan. Proses terdiri dari proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan, proses kelembagaan, proses belajar mengajar, proses evaluasi, dan proses akuntabilitas. Dengan demikian fokus evaluasi pada proses adalah pemantauan implementasi. Output adalah hasil nyata berupa academic achievement dan non-academic achievement. Fokus evaluasi yang tepat dilakukan adalah immediate objectives. Sedangkan outcome adalah hasil jangka panjang. Alat evaluasinya yang tepat adalah cost benefit analysis.

Keseluruhan konsep MBS tersebut harus dituangkan kedalam SPM untuk dapat mengukur sejauhmana sesungguhnya indikator keberhasilannya. Dari hasil ini pula dapat dilakukan perbaikan atau pengengembangan mutu pendidikan untuk masa yang akan datang. Sesungguhnya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu hanya dapat dilakukan melalui total quality control (TQC). Menurut Brosur Kadin Jabar, 1998 dalam S.P Hasibuan, 2008 mengatakan bahwa an effective system for intergrating the quality development, quality maintenance and quality improvement efforts of the various groups in organization so as to enable production and service at the most economical levels which allow for full, customer satisfaction. (Pengendalian mutu terpadu adalah suatu sistem yang efektif untuk mengintegrasikan usaha-uasaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas, dan perbaikan kualitas atau mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi, sehingga meningkatkan produktivitas dan pelayanan ketingkat yang paling ekonomis yang menimbulkan kepuasan seluruh pelanggan).

Kesimpulan

Standar Pelayanan Minimal persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya memuat dasar hukum, tujuan, standar kompetensi, kurikulum, program kegiatan pembelajaran, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, organisasi, pembiayaan, manajemen sekolah, indikator keberhasilan dan peran serta masyarakat.

Secara umum, manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab berasarkan prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Sinergi antara MBS dan SPM merupakan kata kunci upaya peningkatan mutu pendidikan. Disamping itu, persistensi semua pihak insan pendidik dan tenaga kependidikan juga merupakan kunci sukses tidaknya upaya peningkatan mutu pendidikan itu.

Penulis:Staf Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi UPMI Medan.