Sabtu, 02 Oktober 2010

Kurikulum Pendidikan Antikorupsi


RENCANA kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Pendidikan Nasional memasukkan kurikulum pendidikan antikorupsi ke sekolah dari prasekolah hingga ke perguruan tinggi tentu layak diapresiasi dan didukung. Kita berharap, upaya itu ke depan bisa mengikis budaya korupsi yang sudah sedemikian menggurita.
Meski begitu, kita tentu harus realistis bahwa masalah korupsi bukanlah persoalan sepele. Kurikulum pendidikan antikorupsi hanyalah satu strategi yang memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan strategi-strategi lain. Bila yang lain tidak mendukung, tentu sangat utopis harapan bahwa satu strategi tersebut bisa membuahkan hasil seperti yang diinginkan.
Sudah kita ketahui, di internal lembaga pendidikan saja, persoalan masih sedemikian banyak bertumpuk. Misalnya, ujian nasional (unas) yang hingga kini masih dipertahankan pemerintah masih menimbulkan persoalan serius. Antara lain, persoalan kejujuran setiap sekolah dalam melaksanakan unas.
Memang, berbagai upaya telah dilakukan penyelenggara. Namun, laporan soal kecurangan yang dilakukan guru atau penyelenggara sekolah masih saja terdengar. Hal tersebut terjadi tentu tidak semata-mata karena "tipisnya iman’’ sebagian guru atau penyelenggara sekolah. Namun, ada sistem yang mendorong mereka berulah begitu. Ada tuntutan dari struktur yang berjenjang ke atas agar hasil unas bagus. Selanjutnya, bagus-tidaknya unas akan berpengaruh pada dana bantuan serta karir dan promosi untuk guru, kepala sekolah, kepala dinas, kepala wilayah, dan seterusnya.
Itu hanya satu satu di antara persoalan di dunia pendidikan kita. Masih ada sejumlah persoalan yang bermuara pada ketidakjujuran. Bila persoalan-persoalan tersebut masih terus terpelihara, tentu sangat sulit menanam budaya antikorupsi ke dalam jiwa anak didik. Sebab, landasan utama budaya tersebut juga kejujuran.
Karena itu, seiring dengan pemberlakuan kurikulum pendidikan antikorupsi nanti, Kemendiknas juga harus melakukan sejumlah upaya untuk membenahi sejumlah persoalan yang ada. Kemendiknas harus mengupayakan penyelenggara lembaga pendidikan -baik guru, maupun birokrat sekolah yang lain- bisa memberikan keteladanan soal kejujuran kepada peserta didik.
Setelah segala upaya ditempuh oleh Kemendiknas, tentu institusi lain di luar kementerian itu juga harus mendukung. Lewat lembaga di setiap kementerian, mereka juga harus berupaya mendukung terciptanya budaya antikorupsi di lingkungan masyarakat. Terutama Kementerian Agama. Lembaga pimpinan Suryadharma Ali ini harus mengambil peran cukup besar.
Langkah mendesak dan strategis untuk ditempuh Kementerian Agama adalah mengoptimalkan institusi agama untuk bergerak secara serentak. Masjid, geraja, pura, kelenteng, dan sebagainya harus ‘’diberdayakan’’ dengan maksimal untuk menyebarkan virus antikorupsi.
Kementerian agama bisa memaksimalkan peran khatib (pengkhotbah) atau penceramah yang biasa mengisi siraman rohani dengan menyampaikan materi antikorupsi. Masing-masing harus mengajak jamaah atau umatnya agar menjadi pribadi atau insan antikorupsi. Dari para jamaah atau umat ini, kita harapkan terbangun masyarakat antikorupsi. Nah, dari situlah kita harapkan anak didik yang diberi pelajaran antikorupsi di sekolah tidak akan mememukan fakta-fakta yang kontradiktif di masyarakat. (*)

Kejari Selidiki Kasus Dugaan Korupsi DPRD Asahan

Terkait Dana Bimtek & Konsultasi Rp1,2 M
Kejaksaan saat ini sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi dana Bimbingan Teknik & Konsultasi DPRD Asahan Periode 2004-2009 sebesar Rp1,2 miliar. Penyelidikan itu dilakukan guna mengetahui kepastian kemana aliran dana yang bersumber dari APBD Asahan tahun anggaran 2007-2008.

Sebab diterangai dana yang cukup besar itu tidak disalurkan dengan semestinya. Kajari Kisaran, Didi S SH MH melalui Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari KIsaran Rudi Parhusip SH, Kamis (29/9) membenarkan pihaknya sedang menelusuri aliran dana yang dialokasikan untuk Bintek & Konsultasi tersebut. Hanya saja, dirinya belum bisa memberi keterangan rinci karena sedang dalam proses penyelidikan.
"Saya belum bisa memberi keterangan mendalam terkait dengan dugaan korupsi tersebut karena sedang mempelajari dan mendalami kasus itu. Maka saya belum dapat memastikan apakah kasus itu sudah mempunyai bukti kuat, soalnya masih dalam proses pengumpulan data dan keterangan," ujarnya.
Diutarakannya, terkait dengan dugaan kasus korupsi memerlukan waktu yang tidak sedikit. Karena diperlukan data-data yang akurat. Selain itu, dugaan korupsi tidak seperti menyelidiki kasus pidana umum seperti pencurtian dan sejenisnya.
Maka untuk itu, pihaknya belum bisa memastikan kapan selesai penyelidikan maupuan peningkatan proses kasus tersebut. Begitupun, pihaknya tidak akan menyerah begitu saja dalam penyelidikan sebuah kasus dugaan korupsi. Karena harus diberantas sebab merugikan Negara yang nota bene orang banyak.
Menurut Rudi ada lagi kasus di DPRD Asahan yang sedang diusut pihaknya yakni dana untuk perjalanan dinas dari anggota DPRD Asahan pada periode yang sama. Dalam hal ini pihak Kejari Kisaran berharap agar mendapat dukungan dari masyarakat untuk pemberantasan dugaan korupsi di Asahan. Setidaknya warga memberikan informasi terkait yangt diketahuinya dengan kasus dugaan korupsi yang ada.
Harapan Kejari ini mendapat gayung bersambut dari Posko Gerakan Berantas Korupsi Asahan Mukhlis Bela. Aktivis yang terkadang menggelar demo tunggal terkait mendesak penegak hukum  memberantas dugaan korupsi ini menyatakan siap untuk mendukung Kejari membersihkan Asahan dari oknum-oknum koruptor. Tapi dirinya juga meminta kepada penegak hukum dan termasuk Kejari Kisaran untuk transparan dalam pemberantasan korupsi. "Kejari harus siap memberi keterangan terkait kemajuan yang dilakukan dalam melaksanakan proses hukum terhadap oknum yang diduga korupsi," sebutnya.
Mukhlis juga berharap agar pemberantasan dugaan korupsi di Asahan tidak tebang pilih. Semua yang dianggap melakukan dugaan korupsi harus diproses sesuai hukum yang berlaku. (van)

sumber : Kisaran Metro