Jumat, 15 Oktober 2010

DPRD Asahan Dinilai Bunuh Demokrasi !!

KISARAN-METRO; Puluhan mahasiswa dan pemuda yang bergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Premanisme (GeMPAP) menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Asahan, Kamis (14/10) sekira pukul 10.00 WIB. Mereka menilai DPRD Asahan telah membunuh demokrasi di Asahan.
Kehadiran mereka di kantor wakil rakyat u mendesak pimpinan DPRD Asahan, Benteng Panjaitan untuk menyatakan permintaan maaf di depan pengunjuk rasa karena diduga menodai demokrasi.
Menurut mereka, adanya sekelompok oknum yang menghalang-halangi mereka saat berunjuk rasa 7 Oktober 2010 lalu menunjukkan bahwa DPRD Asahan telah membunuh demokrasi. 
Dalam orasi yang dibacakan GeMPAP sesaat setelah sampai di kantor DPRD Asahan, mahasiswa mendesak ketua DPRD Asahan maupun pimpinan lainnya menyampaikan kata maaf atas peristiwa 7 Oktober lalu.
Diduga sekelompok oknum sengaja di datang ketua DPRD Asahan untuk menghempang aksi penyampaian aspirasi yang dilakukan mahasiswa kepada DPRD Asahan.
"Akibat aksi itu, poster yang kami  bawa koyak dan di antara kami ada juga yang sempat di dorong oknum yang sengaja menghalangi kami. Sehingga kami terpaksa meninggalkan gedung DPRD Asahan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," teriakan jangan coba bunuh demokrasi.
Orasi disampaikan secara bergantian dari pengunjuk rasa dari berbagai kelompok mahasiswa yang tergabung di GeMPAP, di antaranya Abdul Halim Saragih dari Ketua PC.IPNU Asahan, Taufik Hidayat, dari Ketua KBA, MHD Isa Anshori, dari Ketua KAMPUS, Aditia Prahmana,dari Sekjennd LS-ADI, Guntur Alamsyah dari Korlap GeMPAR dan lainnya.
Sayangnya, tidak satupun dari mewakili DPRD Asahan yang menemui mereka. Namun setelah pihak kepolisian berusaha menjembatani, akhirnya beberapa anggota DPRD Asahan dapat menerima mereka, di antaranya Khairul Saleh, Daliri, Syahrial, T Jhohson. Hanya saja mewakili DPRD Asahan itu secara terus terang mengaku tidak akan bisa memberi kesimpulan atas desakan mahasiswa agar pimpinan DPRD Asahan menyatakan maaf atas insiden 7 Oktober 2010 lalu.
Tapi mewakili DPRD Asahan yang bertemu dengan mewakili massa GeMPAP berjanji akan menyampaiakn tuntutan pengunjuk rasa agar pimpinan DPRD Asahan menyatakan permintaan maaf atas kejadian menghalangi pengunjuk rasa pada saat beraksi 7 Oktober 2010 lalu.
Mesiki dengan berat, pengunjuk rasa akhirnya menyetujui mewakil DPRD Asahan akan segera menyampaikan tuntutan mahasiswa pengunjuk rasa kepada pimpinan DPRD Asahan. "Nanti jika ada jawaban dari pimpinan DPRD Asahan terkat tuntutan tersebut, maka  akan dibuat jadwal pertemuan antara saudara pengunjuk rasa dengan pimpinan DPRD Asahan," sebut Khairul Saleh seraya mengakhiri pertemuan.
Sebelumnya, pengunjuk rasa menyebar selembar  pernyataannya, di antaranya bertuliskan lembaran hitam kembali tertoreh bagi masa depan demokrasi di Kabupaten Asahan akibat kekuasaan otoriterisme  seperti yang biasa digunakan oleh penguasa di era orde baru. Mereka mengatakan, penyampaian aspirasi sudah diatur dalam  UU RI nomor 09 Tahun 1998, untuk itu kami selaku Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Anti Premanisme (GEMPAP) memberikan pernyataan sikap di antaranya mengecam keras atas tindakan preman yang menghalangi mereka saat menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Asahan pada Kamis 7 Oktober 2010 lalu.
Perbuatan yang dilakukan oleh Preman yang ditengarai atas suruhan ketua DPRD Asahan tersebut jelas telah mencederai tatanan demokrasi di Asahan.
 Mendesak ketua DPRD Asahan Benteng Panjaitan untuk segera meminta maaf kepada rakyat Asahan atas insiden Kamis 7 Oktober 2010. Mengajak seluruh masyarakat Asahan untuk menolak kehadiran Premanisme di Asahan.
Sementara Ketua DPRD Asahan, Benteng Penjaitan, sangat menyesalkan keterlambatannya hadir ke gedung DPRD untuk menerima delegasi mahasiswa dan pemuda yang menggelar aksi antipremanisme, kemarin.
’’Saya terlambat hadir, karena ada tugas penting. Begitu mendapat kabar ada aksi demo, saya buru-buru ke kantor (DPRD). Sayangnya, saat saya tiba, aksi adik-adik mahasiswa sudah bubar,’’ katanya.
Benteng mengaku, jika saat tiba aksi unjukrasa masih berlangsung, dia akan menampung aspirasi yang disampaikan elemen mahasiswa tersebut. Meski terlambat, Benteng mengaku sudah mendapat laporan dari teman-temannya anggota DPRD yang menerima delegasi mahasiswa.
Dari hasil laporan teman-temannya, Benteng menyimpulkan bahwa aksi mahasiswa terkait aksi premanisme di DPRD wajar saja disampaikan. Namun dia
membantah bahwa dirinya melibatkan sekelompok preman untuk menghadang mahasiswa saat berunjuk rasa ke DPRD, beberapa waktu silam.
Menurut Plt Ketua PG Asahan ini,  saat aksi itu digelar, dia bersama sejumlah anggota DPRD Asahan lainnya, sedang berada di dalam ruang Madani, DPRD Asahan. Hanya saja, lanjutnya, setelah menunggu beberapa saat, delegasi mahasiswa yang ditunggu tak kunjung masuk ke dalam ruangan.
Benteng dan anggota DPRD lainnya akhirnya bergegas keluar karena sempat mendengar suara keributan di luar ruang Madani.(van/wik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar